Sejarah Stilistika
Perkembangan
stilistika di Indonesia sangat lambat bahkan hampir tidak mengalami kemajuan.
Penelitian tentang stilistika pada umumnya terbatas sebagai sub bagian dalam sebuah
buku teks atau dalam skripsi dan tesis. Kualitas penelitianpun terbatas sebagai
semata-mata deskripsi pemakaian bahasa yang khas, sebagai gaya bahasa. Oleh
karena itu sampai saat ini belum ada buku yang secara khusus membahas
stilistika.
Sebagai
contoh untuk menelusuri sejarah perkembangan stilistika di Indonesia, maka
dicoba menelusuri buku-buku yang dapat diimplikasikan baik terhadap gaya bahasa
maupun stilistika itu sendiri.
Buku
pertama berkaitan dengan gaya bahasa ditulis oleh Slametmuljana. Meskipun tidak
secara eksplisit menyebutkan gaya bahasa dan stilistika, tetapi dikaitkan
dengan judulnya Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra (1956) dapatlah
disebutkan bahwa buku tersebut mengawali studi stilistika di Indonesia.
Sebagian besar pembicaraan yang dilakukan berkaitan dengan Bahasa Sastra,
khususnya puisi (yang disebut kata ‘berjiwa’), bahasa kontekstual, yang di
bedakan dengan bahasa kamus (bahasa dengan arti tetap), sebagai bahasa bebas
konteks. Menurut Slametmuljana, perkembangan mengenai kata-kata berjiwa inilah
yang disebut sebagai stilistika. Bahasa adalah alat untuk mewujudkan pengalaman
jiwa yaitu cita dan rasa ke dalam rangkaian bentuk kata yang tepat dan dengan
sendirinya sesuai tujuan pengarang.
Teeuw
dalam bukunya yang berjudul Tergantung
pada Kata (1980) menganalisis sepuluh puisi dari sepuluh penyair terkenal,
sehingga dapat mewakili ciri-ciri pemakaian bahasa pada masing-masing puisi
sekaligus mewakili kekhasan personalitas pengarangnya. Menurut Teeuw, melalui
karya-karya Chairil Anwarlah terjadi revolusi total dlam bahasa, dengan cara
mendekonstruksi sistem sastra lama yang didiominasi oleh berbagai ikatan,
sehingga menjadi baru sama sekali.
Panuti
Sudjiman dalam bukunya yang berjudul Bunga
Rampai Stilistika (1993), secara jelas telah menyinggung makna stilistika
itu sendiri, yaitu mengkaji ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra.
Dengan singkat stilistika mengkaji fungsi puitika suatu bahasa. Sesuai dengan
judulnya, sebagai bunga rampai pembicaraan stilistika dibicarakan dalam empat
bab dari keseluruhan buku yang terdiri atas delapan bab. Menurut Sudjiman,
stilistika menjembatani analisis bahasa dan sastra.
Pembicaraan
ini hanya mengemukakan pembicaraan gaya bahasa dan stilistika dalam bentuk buku
yang sudah diterbitkan dengan maksud untuk mengetahui seberapa jauh stilistika
menjadi pusat perhatian bagi kritikus sastra Indonesia, sekaligus menunjukkan
masih lemahnya industri penerbitan di Indonesia.
Daftar
Pustaka :
Ratna,
Nyoman. 2009. Stilistika (Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya).
Hal.37-40. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gaya Sebagai Sarana Pencitraan
Salah satu sarana dalam mewujudkan citraan yang dilakukan pengarang ialah
dengan menggunakan gaya bahasa. Oleh sebab itu gaya bahasa merupakan sarana
strategis yang seringkali dipilih pengarang untuk mengungkapkan pengalaman
kejiwaannya ke dalam karya fiksi. Penggayabahasaaan dalam bahasa Burhan
Nurgiyantoro, tidaklah memiliki makna harfiah melainkan pada makna yang
ditambahkan (makna tersirat).
Pendapat tersebut tidaklah jauh berbeda dengan yang dikemukakan Panuti Sudjiman
yang mengatakan bahwa majas merupakan peristiwa pemakaian kata yang melewati
batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiahnya.
Selanjutnya ditegaskannya pula, majas yang baik ialah yang menyaran dan
menimbulkan citra tertentu di dalam pikiran pembaca.
Majas atau disebut dengan figurative
language dipergunakan pengarang untuk membangkitkan imajinasi pembaca atau
pendengarnya. Pradopo menyatakan bahwa bahan figurativ language bersifat prismatis yang artinya memancarkan
makna yang lebih dari satu. Dalam penggunaannya figurativ language mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkan
dengan sesuatu yang lain. Fungsi figurativ
language ialah dapat memperjelas, menjadikan sesuatu lebih menarik, dan
memberikan daya hidup dalam karya sastra. Menurut Panuti Sudjiman, pada umumnya
majas (figurativ language)
dikelompokkan menjadi tiga (i) majas perbandingan seperti metafora, analogi;
(ii) majas pertentangan seperti ironi, hiperbola, litotes; (iii) majas
pertautan seperti metonimia, sinekdoce, eufimisme, dst.
Sdh ada buku yg sgt bagus ttg stilistika, yaitu buku berjudul "STILISTIKA" karangan Aminuddin (UNM), tetapi berat utk materi pengajaran di S1.
BalasHapusKalau buku itu materi nya tralu berat untuk s1 . lalu buku yg pantas nya apa ? mungkin bapak /mas ada info tentang seputar buku stilistika yg lngkap nya .
BalasHapus