Selasa, 17 Desember 2013

Pembelajaran Stilistika



Sejarah Stilistika
Perkembangan stilistika di Indonesia sangat lambat bahkan hampir tidak mengalami kemajuan. Penelitian tentang stilistika pada umumnya terbatas sebagai sub bagian dalam sebuah buku teks atau dalam skripsi dan tesis. Kualitas penelitianpun terbatas sebagai semata-mata deskripsi pemakaian bahasa yang khas, sebagai gaya bahasa. Oleh karena itu sampai saat ini belum ada buku yang secara khusus membahas stilistika.
Sebagai contoh untuk menelusuri sejarah perkembangan stilistika di Indonesia, maka dicoba menelusuri buku-buku yang dapat diimplikasikan baik terhadap gaya bahasa maupun stilistika itu sendiri.
Buku pertama berkaitan dengan gaya bahasa ditulis oleh Slametmuljana. Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan gaya bahasa dan stilistika, tetapi dikaitkan dengan judulnya Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra (1956) dapatlah disebutkan bahwa buku tersebut mengawali studi stilistika di Indonesia. Sebagian besar pembicaraan yang dilakukan berkaitan dengan Bahasa Sastra, khususnya puisi (yang disebut kata ‘berjiwa’), bahasa kontekstual, yang di bedakan dengan bahasa kamus (bahasa dengan arti tetap), sebagai bahasa bebas konteks. Menurut Slametmuljana, perkembangan mengenai kata-kata berjiwa inilah yang disebut sebagai stilistika. Bahasa adalah alat untuk mewujudkan pengalaman jiwa yaitu cita dan rasa ke dalam rangkaian bentuk kata yang tepat dan dengan sendirinya sesuai tujuan pengarang.
Teeuw dalam bukunya yang berjudul Tergantung pada Kata (1980) menganalisis sepuluh puisi dari sepuluh penyair terkenal, sehingga dapat mewakili ciri-ciri pemakaian bahasa pada masing-masing puisi sekaligus mewakili kekhasan personalitas pengarangnya. Menurut Teeuw, melalui karya-karya Chairil Anwarlah terjadi revolusi total dlam bahasa, dengan cara mendekonstruksi sistem sastra lama yang didiominasi oleh berbagai ikatan, sehingga menjadi baru sama sekali.
Panuti Sudjiman dalam bukunya yang berjudul Bunga Rampai Stilistika (1993), secara jelas telah menyinggung makna stilistika itu sendiri, yaitu mengkaji ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra. Dengan singkat stilistika mengkaji fungsi puitika suatu bahasa. Sesuai dengan judulnya, sebagai bunga rampai pembicaraan stilistika dibicarakan dalam empat bab dari keseluruhan buku yang terdiri atas delapan bab. Menurut Sudjiman, stilistika menjembatani analisis bahasa dan sastra.
Pembicaraan ini hanya mengemukakan pembicaraan gaya bahasa dan stilistika dalam bentuk buku yang sudah diterbitkan dengan maksud untuk mengetahui seberapa jauh stilistika menjadi pusat perhatian bagi kritikus sastra Indonesia, sekaligus menunjukkan masih lemahnya industri penerbitan di Indonesia.
Daftar Pustaka :
Ratna, Nyoman. 2009. Stilistika (Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya). Hal.37-40. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gaya Sebagai Sarana Pencitraan
            Salah satu sarana dalam mewujudkan citraan yang dilakukan pengarang ialah dengan menggunakan gaya bahasa. Oleh sebab itu gaya bahasa merupakan sarana strategis yang seringkali dipilih pengarang untuk mengungkapkan pengalaman kejiwaannya ke dalam karya fiksi. Penggayabahasaaan dalam bahasa Burhan Nurgiyantoro, tidaklah memiliki makna harfiah melainkan pada makna yang ditambahkan (makna tersirat).
            Pendapat tersebut tidaklah jauh berbeda dengan yang dikemukakan Panuti Sudjiman yang mengatakan bahwa majas merupakan peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiahnya. Selanjutnya ditegaskannya pula, majas yang baik ialah yang menyaran dan menimbulkan citra tertentu di dalam pikiran pembaca.
            Majas atau disebut dengan figurative language dipergunakan pengarang untuk membangkitkan imajinasi pembaca atau pendengarnya. Pradopo menyatakan bahwa bahan figurativ language bersifat prismatis yang artinya memancarkan makna yang lebih dari satu. Dalam penggunaannya figurativ language mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkan dengan sesuatu yang lain. Fungsi figurativ language ialah dapat memperjelas, menjadikan sesuatu lebih menarik, dan memberikan daya hidup dalam karya sastra. Menurut Panuti Sudjiman, pada umumnya majas (figurativ language) dikelompokkan menjadi tiga (i) majas perbandingan seperti metafora, analogi; (ii) majas pertentangan seperti ironi, hiperbola, litotes; (iii) majas pertautan seperti metonimia, sinekdoce, eufimisme, dst.


2 komentar:

  1. Sdh ada buku yg sgt bagus ttg stilistika, yaitu buku berjudul "STILISTIKA" karangan Aminuddin (UNM), tetapi berat utk materi pengajaran di S1.

    BalasHapus
  2. Kalau buku itu materi nya tralu berat untuk s1 . lalu buku yg pantas nya apa ? mungkin bapak /mas ada info tentang seputar buku stilistika yg lngkap nya .

    BalasHapus