Minggu, 15 Desember 2013

Apresiasi Sastra

Fungsi Apresiasi Sastra


Sebelum kita membahas tentang fungsi apresiasi sastra, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu tujuan apresiasi sastra. Tujuan apresiasi sastra antara lain menyelenggarakan perjamuan dan percakapan agar terhidangkan atau tersuguhkan pengalaman, pengetahuan, kesadaran, dan hiburan. Agar tujuan ini tercapai, apresiasi sastra mengemban fungsi tertentu. Disini fungsi merupakan jalan atau wahana tercapainya tujuan-tujuan apresiasi sastra. Diselaraskan dengan tujuan yang hendak dicapai, fungsi apresiasi sastra dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu :
1.      Fungsi eksperensial.
2.      Fungsi informatif.
3.      Fungsi penyadaran.
4.      Fungsi rekreatif.

1.         Fungsi Eksperensial
Apresiasi sastra mengemban fungsi eksprensial (experiencial), yaitu fungsi menyediakan, menawarkan, menyuguhkan, dan meghidangkan pengalaman-pengalaman manusia kepada pengapresiasi sastra agar ia dapat menjiwai, menghayati, dan menikmati pengalaman-pengalaman manusia itu. Disini ditekankan makna pengalaman, bukan faktanya yang real life karena sastra memang tidak merawat dan memperjuangkan fakta, melainkan makna pengalaman manusia. Dengan demikian, yang disediakan, ditawarkan, disuguhkan, dan dihidangkan apresiasi sastra bukanlah pemberitaan pengalaman manusia, melainkan permenungan pengalaman manusia. Konsekuesinya yang dijiwai, dihayati, dan dinikmati pengapresiasi sastra ialah makna pengalaman manusia yang dapat dijadikan permenungan. Sejalan dengan itu apresiasi sastra harus mampu menjadi penyelenggara permenungan tentang makna pengalaman manusia dan pembimbing pengpresiasi sastra untuk melakukan permenungan tentang makna pengalaman manusia. Sementara itu karya sastra harus bisa menjadi tambang permenungan dan layar proyeksi berbagai makna pengalaman manusia. Dengan demikian pengapresiasi sastra mampu menjiwai, menghayati, dan menikmati makna pengalaman manusia yang didulangnya sendiri dan diproyeksikan oleh sastra. Selanjutnya ia mempermenungkan agar ikatan batinnya dengan hidupnya sendiri kembali kukuh. 
Pengalaman manusia yang bisa ditambang oleh pengapresasi dari karya sastra dan diproyeksikan oleh karya sastra kepada pengapresiasi sangat beranekaragam. Keanekaragaman ini disebabkan oleh subjektivitas apresiasi sastra itu sendiri. Itu sebabnya mustahil kita bisa mengidentifikasi pengalaman manusia secara lengkap. Yang bisa diidentifikasi terbatas pada pengalaman-pengalaman yang lumrah diperoleh oleh manusia, yaitu pengalaman literer-estetis, etis dan moral, psikologi, humanistis, filosofis, relegius-sufistis-profetis, magis-mitis, sosial budaya, dan sosial politis. Pengalaman literer-estetis adalah Pengalaman keindahan, keelokan, kebagusan, kenikmatan, kememikatan. Pengalaman tersebut nampak pada kutipan berikut “Antara gelap dan lembayung sinar sekarat di barat yang merah, sepedaku meluncuri jalan kecil depan istana. Istana itu mandi dalam cahaya lampu listrik. Entah beberapa puluh ratus watt.Aku tak tahu. Hanya perhitungan dalam persangkaanku mengatakan: listrik di istana itupaling sedikit lima kilowatt. Dan sekiranya ada dirasa kekurangan listrik, orang tinggal mengangkat tilpun dan istana mendapat tambahan”. (Toer, 2007:9-10)./BPM. Pengalaman Humanistis adalah pengalaman yang berisi dan bermuatan nilai-nilai kemanusiaan, menjungjung harkat danmartabat manusia, menggambarkan situasi dan kondisi kemanusiaan (kondisitragi, dramatis, sinis, ironis, humoristis, riang, murung, dan penasaran). Pengalaman tersebut tampak pada kutipan berikut “Sering ketika aku mengepel lantai, ia datang diam-diam dari belakang, mendekapku mencumbuiku dan memaksaku untuk bermain cinta di lantai itu juga tanpa memberi kesempatan kepadaku, bahkan sekedar untuk bernafas dari jepitan mulutnya yang dipenuhi oleh bau asap rokok. Begitulah yang kuingat. Lalu ia mendesak terus mendesak. Sampai fajriku terasa sakit hingga nyeri dan perihnya menjalar ke seluruh tubuh. Dalam keadaan seperti itu, kelelakian Samsudin semakin menjadi, lalu menggigit bahu dan leherku seperti drakula. Bahkan ia juga memilih sesukanya bagian-bagian mana dari tubuhku untuk dicengkeram. Dicakar-cakar semaunya, seakan aku ini kambing kurban yang sedang berada di tangan seorang penjagal. Bukan saja tubuhku yang terluka tetapi hati dan jiwakupun benar-benar terluka”. (El.Khaliegy,2009:102)/PBS. Pengalaman etis dan moral adalah Pengalaman yang berisi dan bermuatan bagaimana seharusnya sikap dan tindakan manusia sebagai manusia.Pengalaman yang menyajikan bagaimana seharusnya kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagai manusia. Tentu saja harus diberi catatan bahwa disini makna pengalaman -pengalaman yang penting, bukan fakta empirik dalam suatu real life meskipun bisa saja demikian.

Pada waktu apresiasi sastra berlangsung, makna pengalaman apa yang dijiwai, dihayati, dan dinikmati untuk selanjutnya dipermenungkan pengapresasi? Hal ini sepenuhnya bergantung pada kepekaan dan ketajaman nurani, rasa, dan budi pengapresiasi sastra, juga bergantung pada kadar penjiwaan, penghayatan, dan penikmatan pengapresiasi sastra. Apresiasi sastra hanya berfungsi menyediakan, menawarkan, menyuguhkan, dan menghidangkan pengalaman manusia dengan cara menyelenggarakan permenungan  tentang makna pengalaman manusia.
2.         Fungsi Informatif
Apresiasi sastra juga mengemban fungsi informatif, yaitu fungsi menyediakan, menawarkan, menyuguhkan, dan menghidangkan pengetahuan-pengetahuan kepada pengapre-siasi sastra agar dia dapat menjiwai, menghayati, dan menikmati pengetahuan itu. sudah tentu pengetahuan di sini juga ditekankan pada maknanya, bukan pada fakta yang empirisnya meskipun hal itu dimungkinkan juga. Hal ini berarti bahwa pengetahuan yang masih terbuka untuk dimaknai, bukan pengetahuan diskursif (tertutup) yang harus dipahami. Konsekuensinya, pengapresiasi sastra harus memaknai pengetahuan itu, bukan memahaminya. Sebab itu, yang ditawarkan, disediakan, disuguhkan, dan dihidangkan oleh apresiasi sastra berupa pengetahuan yang masih dilukiskan, bukan pengetahuan yang diformulasikan. Artinya, pengetahuan yang belum disimpulkan dan dirumuskan, tetapi masih terceritakan dan terjabarkan dalam struktur atau tekstur novel. Ini berarti menyimpulkan dan merumuskan berbagai pengetahuan eksistensialisme itu. itulah sebabnya, dalam apreisasi sastra, pengapresiasi harus memaknai lukisan pengetahuan yang terkandung dalam sastra melalui radar-radar nurani, rasa, dan bidu agar ia memperoleh makna pengetahuan itu. Sejalan dengan itu, apresiasi sastra menjadi penyelenggara pemaknaan lukisan pengetahuan dan pengapresiasi menjadi pelaku pemaknaan lukisan pengetahuan. Dalam pada itu, karya sastra diperlakukan sebagai mengandung lukisan pengetahuan. Sebagai contoh novel Para Priyayi (Umar Kayam) sebagai dunia-kewacanaan perlu diperlakukan sebagai mengandung lukisan pengetahuan. Pengapresiasi Para Priyayi menjadi pelaku pemaknaan lukisan pengetahuan dalam Para Priyayi. Keberlangsungan apresiasi novel Para Priyayi sendiri merupakan penyelenggaraan pemaknaan lukisan pengetahuan dalam novel Para Priyayi. Lukisan pengetahuan apa saja yang terkandung dalam sastra dan disediakan, ditawarkan, disuguhkan, dan dihidangkan oleh apresiasi sastra? Kita tidak bisa menjawab hal ini secara lengkap dan pasti. Hal ini sepenuhnya bergantung pada kepekaan dan ketajaman nurani, rasa, dan budi pengapresiasi; juga bergantung pada kadar penjiwaan, penghayatan, dan penikmatan pengapresiasi atas lukisan pengetahuan dalam (duna-kewacanaan) sastra. Yang dapat diidentifikasi oleh orang hanyalah pengetahuan-pengetahuan lumrah pengapresiasi sastra, misalnya pengetahuan literer-estetis, etis dan moral, filosofis, psikologis, humanits, religius-sufistis-profetis, sosial budaya, dan sosial politis.
3.  Fungsi Penyadaran
            Disamping fungsi eksperensial dan informatif, apresiasi sastra juga mengemban fungsi penyadaran, yaitu fungsi menyediakan, menawarkan, menyuguhkan, dan menghidangkan sinyal-sinyal kesadaran pada penegpresiasi sastra. Setelah itu, Si pengapresiasi diharapkan menyadari sesuatu, misalnya hakikat hidup, hakikat manusia, kewajiban hidup, tanggung jawab manusia, dan kebebasan hidup serta makna menjadi manusia. Seuatu sebagaimana tersebut belumlah tersimpulkan dan terformulasikan, melainkan terlukiskan dalam (dunia kewacanaan) sastra. Dengan demikian, yang disediakan, ditawarkan, disuguhkan, dan dihidangkan oleh apresiasi sastra kepada pengapresiasi sastra adalah lukisan sesuatu (dalam dunia-kewacanaan sastra) yang memberikan sinyal-sinyal kesadaran yang perlu ditangkap, disimpulkan, dan diformulasi, rasa dan budi pengapresiasi.
            Sejalan dengan itu, apresiasi sastra dapat diperlakukan sebagai penyelenggara penyadaran bagi pengapresiasi dan pengapresiasi sebagai sosok yang sudi menerima penyadaran. Dalam hal ini karya sastra dapat diperlakukan sebagai pengumpan dan pemberi sinyal-sinyal kesadaran. Sebagai contoh, cerpen Robohnya Surau Kami (A. A. Navis) dapat diperlakukan sebagai pengumpan dan pemberi sinyal-sinyal kesadran bahwa beribadah bukan hanya sholat dan mengaji di surai, melainkan juga bekerja tekun di kantor, beramal nyata, berbuat baik kepada orang lain, dan kasih kepada sesama. Pengapresiasi cerpen Robohnya Surau Kami  dapat diperlakukan sebagai sosok yang sudi menerima penyadaran akan makna ibadah sebagaimana dipancarkan oleh cerpen Robonya Surau Kami. Proses apresiasi cerpen Robohnya Surau Kami  dapat diperlakukan sebagai penyelenggara penyadaran terhadap pengapresiasi sastra, dalam hubungan ini proses menyediakan, menawarkan, menyuguhkan, dan menghidangkan sinyal-sinyal kesadaran akan makna ibadah sebagaimana disebut di atas kepada pengapresiasi sastra. Sinyal-sinyal kesadaran yang diumpankan dan diberikan oleh sastra, dan selanjutnya disediaka, ditawarkan, disuguhkan, dan dihidangkan oleh apresiasi sastra kepada pengapresiasi sastra dapat beraneka ragam. Kita tak bisa mengidentifikasinya secara pasti karena hal ini subjektif sekali. Hal ini bergantung pada kepekaan dan ketajaman nurani, rasa, dan budi pengapresiasi juga bergantung pada kadar penjiwaan, penghayatan, dan penikmatan pengapresiasi atas fenomena dalam karya sastra. Yang bisa diidentifikasi terbatas pada hal-hal yang lumrah dapat menyadrakan orang, antara lain hakikat hidup manusia, hakikat kebebasan, tanggung jawab hidup manusia, hakikat permainan kekuasaan dan politik, dan hakikat hidup bersama dalam masyarakat.
            Ekspresi kesadaran pengapresiasi sastra setelah mengapresiasi suatu karya sastra juga bermacam-macam. Ini juga sulit diidentifikasi karena bersifat individual dan idio sinkretis. Misalnya, Si Laila Kinanti. Setelah mengapresiasi Penembahan Reso kemudian menyadari hakikat permainan kekuasaan bisa mengekspresikan ketersadarannya dengan mengucap misalnya “O, jadi politik itu sangat kotor dan sering tak bermoral karena bisa membuat orang mengorbankan apa saja demi tercapainya tujuan-tujuan politis”. Jadi ekspresi ketersadaran tidak bisa dipetakan dan diformulasikan secara baku dan pasti. Walaupun demikian kita bisa mengatakan bahwa kesadaran umumnya merupakan perwujudan katarsis dan sublimasi pengapresiasi sastra atas fenomena-fenomena dalam karya sastra yang memberikan sinyal-sinyal kesadaran .
4 .      Fungsi Rekreatif
Fungsi rekreatif adalah fungsi menyediakan, menawarkan, menyuguhkan, dan menghidangkan hiburan-hiburan kepada pengapresiasi bilamana ia melakukan apresiasi suatu karya sastra. Pengertian rekreatif disini tidaklah fisikal dan empiris, tetapi batiniah dan sukmawi. Tegasnya, rekreatif bagi batin dan sukma pengapresiasi. Dengan demikian yang disediakan, disuguhkan, dan dihidangkan oleh apresiasi sastra adalah hiburan batiniah dan sukmawi.Sebuah karya sastra dapat diandaikan selalu memuat hiburan batiniah dan sukmawi, dan seorang pengapresiasi bisa menjiwai, menghayati, dan menghidangkan hiburan batiniah dan sukmawi itu andaikata radar-radar nurani, rasa dan budinya demikian peka dan tajam. Dalam pada itu, apresiasi sastra dapat diperlakukan sebagai penyelenggara perjumpaan antara sinyal-sinyal hiburan dari karya sastra dan radar-radar nurani, rasa, dan budi pengapresiasi. Dengan begitu, penjiwaan, penghayatan, dan penikmatan sinyal-sinyal hiburan dari karya sastra bisa berlangsung dalam batin dan sukma. Contoh, sastra dramatic Gerr (putu wijaya) dapat diperlakukan sebagai mengandung hiburan-hiburan batin dan sukma. Pengapresiasinya bisa menjiwai,menghayati, dan menikmati hiburan yang terkandung dalam Gerr. Andai kata sudah terjadi kontak antara keduanya berarti telah berlangsung apresiasi sastra. Hal ini berarti apresiasi sastra sudah menjumpakan sinyal-sinyal hiburan dalam Gerr. Dengan radar-radar nurani, rasa,dan budi pengapresiasi yang memang sudah terarah pada Gerr. Selanjutnya hal ini berarti bahwa apresiasi sastra telah menunaikan fungsi rekreatif. Ada bermacam-macam hiburan batiniah dan sukmawi yang disediakan, ditawarkan, disuguhkan, dan dihidangkan oleh apresiasi sastra. Akan tetapi, kita mungkin mengidentifikasinya secara pasti dan lengkapkarena sifatnya individual-subjektif dan idiosin-kretis. Yang bisa dilakukan hanyalah menduga-duga gejala dan pertanda keterhiburan batinian dan sukmawi. Kelegaan, kepuasan, kesenangan, kegembiraan, dan keterpukauan merupakanbeberapa gejaladan pertanda bahwa batin dan sukma memperoleh hiburan pada saat apresiasi sastra. Hal ini bisa terjadi karena humor-humor, kelucuan-kelucuan, keluguan-keluguan, sindiran-sindiran, kekonyolan-kekonyolan bahkan keindahan-keindahan, dan keintensifan-keintensifan serta kekhususan-kekhususan yang terkandung dalam sastra dan tertangkap sewaktu berlangsung apresiasi sastra.

5.       Keterpaduan Fungsi

Berdasarkan fungsi eksperensial, fungsi informatif, fungsi penyadaran, dan fungsi rekreatif tersebut tidak selalu terpisah. Adakalanya malah berpadu. Maksudnya, dalam suatu proses apresiasi sastra bisa teremban atau tertunaikan beberapa fungsi sekaligus. Hal ini bergantung pada proses keberlangsungan apresiasi sastra, pengapresi-asi sastra, dan karya sastra. Jika proses apresiasi berlangsung secara afektif-intelektualitas dan pengapresiasi sastra bertipe afektif-intelektualistis serta karya sastra berbobot atau bermutu, maka berbagai fungsi bisa tertunaikan sekaligus. Proses apresiasi sastra dapat teremban atau tertunaikan dalam beberapa fungsi sekaligus tergantung pada proses keberlangsungan apresiasi sastra, pengapresiasian sastra, dan karya sastra

0 komentar:

Posting Komentar