This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 17 Desember 2013

Menelaah Karya Sastra

1. Puisi Yang Terampas dan Yang Putus


  1. Analisis Pada Aspek Sintaksis
Dalam puisi “Yang Terampas Dan Yang Putus” karya Chairil Anwar tidak terdapat tanda titik (.) didalamnya, melainkan terdapat tanda koma (,). Hal ini menyebabkan intonasi nada terkadang berhenti dalam setiap larik puisi, seperti pada larik berikut
                        Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
                        Menggigir ruang dimana dia yang kuingin,
Dari baris atau larik pertama dan kedua pada bait pertama tersebut dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya dua baris atau larik puisi tersebut adalah gambaran baris atau larik puisi selanjutnya. Apabila dianalisis dari segi sintaksis, baris atau larik puisi tersebut memiliki keterkaitan atau kesinambungan yang menggambarkan kesedihan. Dimana kesedihan tersebut dialami oleh penyair karena seseorang yang dicintainya dan telah dimilikinya dulu tidak dapat dimiliki lagi atau dengan kata lain penyair kehilangan orang yang dicintainya.
Disamping menganalisis tanda baca, analisis pada diksi juga dapat dilakukan. Diksi dalam puisi tersebut juga beragam, ada beberapa diksi yang sulit dipahamai pembaca karena pembaca membutuhkan pemikiran beruang untuk menemukan makna,misalnya diksi “kelam”, “menggigir”, “mempesiang”, dan lain-lain. Selain itu ada pula diksi yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh pembaca dan tidak membutuhkan pemikiran berulang untuk menemukan makna, misalnya diksi “Diriku”, “ruang”, “kuingin“, dan lain-lain. Jika kita meihat puisi tersebut secara lebih mendalam maka puisi ”Yang Terampas dan Yang Putus” karya Chairil Anwar cenderung mengarah pada perasaan penyair hal ini ditunjukkan dengan penggunaan “ku”. Perasaan pengarang yang sedih karena kehilangan seseorang yang dicintainya dan tidak dapat berbuat apa-apa,sehingga secara keseluruhan puisi tersebut mengandung makna kesedihan.
  1. Ananlisis Semantik
Puisi “Yang Terampas dan Yang Putus” karya Chairil Anwar merupakan sebuah puisi yang mengandung pemaknaan begitu dalam tentang penderitaan atau kesedihan yang dialami oleh seseorang dalam hal ini adalah penyair. Dapat digambarkan secara langsung dari sudut judul “Yang Terampas” yang berarti penanda sesuatu yang hilang dan “Yang Putus” yang berarti penanda sesuatu yang tidak dapat kembali lagi. Untuk mengetahui makna puisi secara keseluruhan dapat kita kupas tiap-tiap larik atau baris dari puisi tersebut. Berikut hasil analisis semantiknya dalam setiap baris atau larik puisi.
  1. Kelam dan angin lalu mempesiang diriku
·         Kelam secara semantik artinya suram atau gelap atau tidak jelas, sehingga kelam merupakan lambang ketidakjelasan atau kesuraman.
·         Angin lalu secara semantik angin itu selalu identik dengan gerakan kesana kemari, sehingga angin merupakan lambang kegelisahan. Lalu adalah peristiwa yang sudah terjadi, sehingga angin lalu merupakan lambang kegelisahan tentang peristiwa masa lalu.
·         Mempersiang diriku secara semantik mempersiang identik dengan kata siang dan siang itu terang sehingga mempesiang itu artinya menerangi dalam hal ini menerangi diriku (penyair). Mempesiang merupakan lambang menemani
Jadi baris puisi “Kelam dan angin lalu mempesiang diriku” mengandung makna ketidakjelasan dan kegelisahan karena peristiwa yang ada di masa lalu sedang menerpa diri penyair.
  1. Menggigir juga ruang dimana dia yang kuingin
·         Menggigir merupakan lambang bergetar
·         Ruang merupakan lambang hati
Jadi baris puisi “ Menggigir juga ruang dimana dia yang kuingin” mengandung makna hati yang menginginkan seseorang yang dicintai juga ikut bergetar.
  1. Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
·         Malam tambah merasuk merupakan lambang malam yang semakin larut
·         Rimba secara semantik adalah hutan dengan pohon yang lebat sehingga rimba merupakan lambang perasaan penulis dengan ketidakjelasan dan kegundahan serta hati yang bergetar
·         Jadi semati tugu. Semati secara semantik sudah tidak bernyawa lagi, tidak dapat bergerak dan tugu secara semantik adalah benda mati yang berdiri tegak. Sehingga tugu merupakna lambang semua yang dirasakan penulis hanyalah sesuatu yang mati yang tidak dapat diungkapkan
Jadi larik puisi “Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu” mengandung makna walaupun malam kian larut, dan apa yang dirasakan penulis hanyalah menjadi sesuatu yang tidak diungkapkan dan tanpa ada usaha untuk mengungkapkan sehingga hanya sia-sia saja.
  1. Dikaret, dikaret (daerahku, y.a.d) sampai juga deru dingin
·         Dikaret,dikaret merupakan lambang banyak masalah seperti ketidakjelasan, kegundahan, dan lain-lain
·         Deru dingin merupakan lambang muncul penyelesaian karena dingin merupakan lambang nyaman, damai, dan tentram.
Jadi larik puisi “Dikaret,dikaret (daerahku y.a.d) sampai juga derua dingin” mengandung makna dari semua yang dirasakan penulis seperti ketidakjelasan, kegelisahan sudah mulai menemukan jalan keluar untuk menyelesaikannya.
  1. Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang.
·         Kamar merupakan lambang hidup karena secara semantik merupakan tempat kita hidup
·         Diriku merupakan lambang kepribadian
Jadi larik atau baris puisi “Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau dia datang” mengandung makna aku akan memperbaiki hidupku dan kepribadianku jika kau hadir kembali.
  1. Dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu
·         Kisah baru merupakan lambang peristiwa yang baru bukan masa lalu
·         Lepaskan merupakan lambang memberikan
Jadi larik puisi “dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu” mengandung makna sehinga aku dapat memberikan peristiwa yang baru bukan yang peristiwa seperti dulu.
  1. Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
·         Tangan bergerak lantang merupakan lambang bahwa tidak dapat melakukan apa yang dikatakan hanya omong kosong.
Jadi baris atau larik puisi “Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang” mengandung makna hanya sia-sia saat ini aku tidak dapat melakukan sesuatu yang dikatakan dan hanyalah omong kosong.
  1. Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
·         Berlalu beku merupakan lambang peristiwa yang terputus tanpa ada penyelesaian karena secara semantik beku berarti gumpalan.
Jadi larik atau baris puisi “Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku” mengandung makna tubuhku hanya bisa diam tak dapat berbuat apa-apa dan cerita dan peritiwa itu hanya sebuah gumpalan tanpa ada penyelesaian.
            Secara keseluruhan puisi “Yang Terampas dan Yang Putus” mengandung makna bahwa penyair sedang dalam keadaan gelisah memikirkan masa lalunya dan hatinya hanya bisa bergetar ketika mengingat orang yang dicintainya.  Ingin sekali penyair memberikan peristiwa baru jika orang yang dicintainya kembali padanya dan merubah sikap-sikapnya dulu. Namun semua itu hanya sia-sia saja karena penyair tidak dapat berbuat apa-apa dan apa yang diinginkannya hanyalah omong kosong sehingga hanyak menjadi gumpalan atau keinginan yang terpendam.
  1. Analisis Pragmatik
Puisi “Yang Terampas dan Yang Putus” karya Chairil Anwar menggambarkan perasaan penyair yang kelam atau gelap dan gundah mengingat masa lalunya serta hatinya semakin berdetak kencang ketika dia menginginkan masa lalunya kembali. Semakin malam, perasaan itu hanyalah sebuah kekosongan belaka. Suatu saat penyair menemukan jalan keluar atau solusi, dimana solusi itu adalah penulis akan memperbaiki kepribadiannya jika orang yang dicintainya kembali untuknya. Penulis juga akan memberikan hal-hal atau kisah baru padanya yang tak sama dengan kisah dimasa lalu yang mungkin telah membuat orang yang dicintai penulis kecewa. Hal yang membuat penyair semakin terpuruk adalah dia tidak dapat berbuat apa-apa untuk mewujudkan jalan keluar itu. Hidupnya hanya sendiri dan kisah cintanya tidak menemukan jalan keluar atau penyelesaian.
Nilai pragmatik atau pesan dan manfaat yang tersampaikan kepada pembaca adalah penyesalan memang tidak pernah muncul diawal dan selalu muncul diakhir, untuk itu kita harus benar-benar memanfaatkan kesempatan yang ada. Jangan pernah menyia-nyiakan seseorang yang hadir untuk kita dengan penuh kasih sayang yang tulus. Sayangi dia, jaga dia, dan jangan pernah menorahkan kekecewaan untuknya.

2. Telaah Cerpen Kubu Terakhir



Berdasarkan pendapat Ensten tersebut, tema mayor dari cerpen “Kubu Terakhir” adalah kebahagiaan sesaat dan berakhir dengan keterlantaran. Tema minor adalah idea tau gagasan yang mendukung tema mayor atau bisa dikatakan tema minor merupakan unsur pembentuk tema mayor. Tema minor salam cerpen “ Kubu Terakhir” adalah kebahagiaan sesaat, peraturan yang hanya menguntungkan salah satu pihak, menjalani hidup tanpa ketidakpastian, dan jalan keluar yang menjerumuskan. Menurut saya dalam cerpen “ Kubu Terakhir” terdapat nilai yang bersifat didaktis. Sifat didaktis dalam hal ini adalah sifat yang mendidik. Pada cerpen “Kubu Terakhir” sifat mendidiknya adalah kegigihan dan kesabaran segerombolan petualang yang merupakan warga negara Indonesia dimana nasibnya tidak tentu karena adanya konspiratif setelah mereka bekerja dengan baik. Selalu berusaha untuk mencari jalan keluar dari ketidakpastian walaupun jalan keluar yang didapatkan mengharuskan tekad yang tinggi.

a.       Tema 1            : “Kebahagiaan bukanlah hal yang abadi”
Kutipan           :
 Aku tak lagi bekerja di kantor berita Hsinhua, selaku penerjemah berita lokal maupun internasional di Ibukota Negeri Naga. Tidak juga tinggal di Hotel Hobing lagi selaku tamu asing yang mampu membayar mahal rekening hotelnya, tepat setiap tanggal satu sehabis gajian. Bahkan kini aku tak lagi berada di ibukota Negeri Naga, melainkan di Nanking bekas ibukota lama di zaman Kuomintang. Disanalah kami menghuni bekas markas tentara Chiang Khai Shek yang letaknya beberapa belas kilometer saja dari pusat kota Nanking.”
Komentar        :Menurut pemahaman saya kutipan tersebut menceritakan tentang keluhan nasib tokoh aku dan sahabatnya. Awalnya tokoh aku dan sahabatnya telah mendapatkan pekerjaan yang tepat yaitu sebagai penerjemah berita-berita lokal maupun internasional di kantor berita Hsinhua di ibukota Naga. Dari pekerjaan tersebut aku dan sahabatnya mampu tidur di hotel Hobing dan membayar dengan gajinya setiap bulannya. Kini semua kebahagiaan tersebut telah musnah, profesi sebagai penerjemah berita lokal maupun internasional di kantor berita Hsinhua tidak lagi dilaksanakan oleh aku dan sahabatnya. Kenikamatan hotel Hobing yang biasa dibayar setiap bulannya sebagai tempat tidur mereka kini tak lagi mereka dapatkan. Hingga akhirnya mereka harus dipindahkan ke Nanking.
Apabila kita kaitkan dengan kehidupan saat ini, masalah kandasnya sebuah kebahagiaan masih terdapat pada kehidupan saat ini. Mengingat kebahagiaan bukanlah hal yang abadi sehingga kapanpun bisa musnah tanpa alasan yang jelas. Hal ini kita jumpai pada perusahaan-perusahaam saat ini yang memberikan PHK (Putus Hubungan Kerja) kepada karyawannya. Secara otomatis karyawan tersebut kehilangan pekerjaan dan tidak dapat hidup mewah seperti saat dia masih bekerja. Tidak sedikit karyawan yang telah mendapat PHK pergi atau mencari pekerjaan lain yang belum tentu memenuhi kebutuhannya dan menjamin kehidupan mereka.
b.      Tema 2            : “Peraturan yang hanya menguntungkan salah satu pihak”.
Kutipan           : “ Lao Wang pasti tak pernah tahu, mau dipindahkan kemana kami bertiga ini…… Abrit, Husni, dan saya sendiripun sebab pertanyaan maupun jawaban yang menyangkut masalah pindah dijaga keras sebagai kategori konspiratif yang dikenakan kepada warga asing di Beijing.  
Komentar        :Menurut pemahaman saya kutipan tersebut menceritakan tentang Konspiratif yang diperuntukkan bagi warga asing di Beijing. Dalam konspiratif tersebut terdapat sebuah peraturan bahwa pertanyaan maupun jawaban yang diperlukan warga asing menjadi rahasia Beijing. Leu Wang sebagai saksi Asia Tenggara kantor berita Hsinhua, justru nerendah dan berpura-pura tidah tahu tentang masalah itu.
                       
                        Apabila kita kaitkan pada kehidupan saat ini, masalah konspiratif Beijing sepertiya masih terjadi pada kehidupan kita saat ini. Perusahaan yang memberlakukan aturan yang sifatnya berat sebelah. Tidak sedikit pemimpin perusahaan yang selalu mempertahankan ego mereka masing-masing untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi atau mempertahankan jabatannya sehingga terjadi peraturan yang hanya menguntungkan satu pihak. Akibat sikap itulah akhirnya terdapat karyawan yang merasa dirugikan tanpa alasan yang jelas.

c.       Tema 3            : “Menjalani hidup tanpa ketidakpastian”.
Kutipan           :”Namun betapa hampa jika seseorang dalam kolono ini gemar berkhayal,karena ternyata realitasnya sangat menjemukan bagi mereka tiba-tiba merasa asing karena diri mereka lebur dalam kolektivitas tanpa masa depan yang jelas,...”.
Komentar        :Menurut pemahaman saya kutipan tersebut menceritakan tentang hidup dalam keidakpastian. Merupakan kekosongan belaka apabila orang-orang dalam koloni ini membayangkan sebuah kebebasan. Pada kenyataanya mereka ingat bahwa mereka merupakan orang-orang dalam koloni tanpa masa depan yang jelas.
                        Apabila dikaitkan dengan kehidupan saat ini masalah hidup dalam ketidakpastian masih terdapat dalam kehidupan kita saat ini. Hal ini dapat kita lihat pada TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja di negara lain namun ditangkap atau dipindahkan ke tempat lain oleh pemerintahan asing tanpa alasan yang jelas. Di tempat tersebut mereka hanya menunggu kebebasan tanpa masa depan yang jelas. Selain itu tahanan yang hanya bisa membayangkan kebebasan dan masa depan mereka tidak jelas.
d.      Tema 4            : “Jalan keluar yang menjerumuskan”.
Kutipan           : “Kami berempat sudah beberapa tahun berada di Eropa Barat. Namun menurut catatan Sayoga sampai 17 Agustus 1922 itu sudah lebih dari delapanpuluh orang warga Indonesia yang dulu meninggalkan negeri Naga, selama ini telah meninggal di Eropa. Beberapa orang saja yang pernah pulang sambaing ke tanah air mereka sendiri, kecuali penulis cerita ini”.
Komentar        : Menurut pemahaman saya kutipan tersebut menceritakan aku dan sahabatnya tersesat di Eropa Barat. Mereka tidak dapat pulang ke tanah airnya sendiri. Catatan Sayoga mengatakan bahwa dari delapan puluh orang Indonesia yang meninggal di Eropa dimana mereke dahulu pernah tinggal di Naga. Hanya beberapa saja yang mampu bertahan dan kembali ke tanah air.

                        Apabila dikaitkan dengan kehidupan saat ini masalah tersesat di Eropa dan tidak dapat kembali ke tanah air sudah tidak mungkin lagi di zaman sekarang ini. Perkembangan tekhnologi sudah begitu pesat. Semua kalangan sudah memiliki telelepon genggam atau Hp. Jadi apabila tersesat di suatu tempat kita tinggal menghubungi keluarga terdekat dengan menggunakan tekhnologi seperti Hp. Alat transportasipun sudah memdai apabila ingin pulang ke tanah air bisa memilih alat transportasi yang nyaman.



Pembelajaran Stilistika



Sejarah Stilistika
Perkembangan stilistika di Indonesia sangat lambat bahkan hampir tidak mengalami kemajuan. Penelitian tentang stilistika pada umumnya terbatas sebagai sub bagian dalam sebuah buku teks atau dalam skripsi dan tesis. Kualitas penelitianpun terbatas sebagai semata-mata deskripsi pemakaian bahasa yang khas, sebagai gaya bahasa. Oleh karena itu sampai saat ini belum ada buku yang secara khusus membahas stilistika.
Sebagai contoh untuk menelusuri sejarah perkembangan stilistika di Indonesia, maka dicoba menelusuri buku-buku yang dapat diimplikasikan baik terhadap gaya bahasa maupun stilistika itu sendiri.
Buku pertama berkaitan dengan gaya bahasa ditulis oleh Slametmuljana. Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan gaya bahasa dan stilistika, tetapi dikaitkan dengan judulnya Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra (1956) dapatlah disebutkan bahwa buku tersebut mengawali studi stilistika di Indonesia. Sebagian besar pembicaraan yang dilakukan berkaitan dengan Bahasa Sastra, khususnya puisi (yang disebut kata ‘berjiwa’), bahasa kontekstual, yang di bedakan dengan bahasa kamus (bahasa dengan arti tetap), sebagai bahasa bebas konteks. Menurut Slametmuljana, perkembangan mengenai kata-kata berjiwa inilah yang disebut sebagai stilistika. Bahasa adalah alat untuk mewujudkan pengalaman jiwa yaitu cita dan rasa ke dalam rangkaian bentuk kata yang tepat dan dengan sendirinya sesuai tujuan pengarang.
Teeuw dalam bukunya yang berjudul Tergantung pada Kata (1980) menganalisis sepuluh puisi dari sepuluh penyair terkenal, sehingga dapat mewakili ciri-ciri pemakaian bahasa pada masing-masing puisi sekaligus mewakili kekhasan personalitas pengarangnya. Menurut Teeuw, melalui karya-karya Chairil Anwarlah terjadi revolusi total dlam bahasa, dengan cara mendekonstruksi sistem sastra lama yang didiominasi oleh berbagai ikatan, sehingga menjadi baru sama sekali.
Panuti Sudjiman dalam bukunya yang berjudul Bunga Rampai Stilistika (1993), secara jelas telah menyinggung makna stilistika itu sendiri, yaitu mengkaji ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra. Dengan singkat stilistika mengkaji fungsi puitika suatu bahasa. Sesuai dengan judulnya, sebagai bunga rampai pembicaraan stilistika dibicarakan dalam empat bab dari keseluruhan buku yang terdiri atas delapan bab. Menurut Sudjiman, stilistika menjembatani analisis bahasa dan sastra.
Pembicaraan ini hanya mengemukakan pembicaraan gaya bahasa dan stilistika dalam bentuk buku yang sudah diterbitkan dengan maksud untuk mengetahui seberapa jauh stilistika menjadi pusat perhatian bagi kritikus sastra Indonesia, sekaligus menunjukkan masih lemahnya industri penerbitan di Indonesia.
Daftar Pustaka :
Ratna, Nyoman. 2009. Stilistika (Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya). Hal.37-40. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gaya Sebagai Sarana Pencitraan
            Salah satu sarana dalam mewujudkan citraan yang dilakukan pengarang ialah dengan menggunakan gaya bahasa. Oleh sebab itu gaya bahasa merupakan sarana strategis yang seringkali dipilih pengarang untuk mengungkapkan pengalaman kejiwaannya ke dalam karya fiksi. Penggayabahasaaan dalam bahasa Burhan Nurgiyantoro, tidaklah memiliki makna harfiah melainkan pada makna yang ditambahkan (makna tersirat).
            Pendapat tersebut tidaklah jauh berbeda dengan yang dikemukakan Panuti Sudjiman yang mengatakan bahwa majas merupakan peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiahnya. Selanjutnya ditegaskannya pula, majas yang baik ialah yang menyaran dan menimbulkan citra tertentu di dalam pikiran pembaca.
            Majas atau disebut dengan figurative language dipergunakan pengarang untuk membangkitkan imajinasi pembaca atau pendengarnya. Pradopo menyatakan bahwa bahan figurativ language bersifat prismatis yang artinya memancarkan makna yang lebih dari satu. Dalam penggunaannya figurativ language mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkan dengan sesuatu yang lain. Fungsi figurativ language ialah dapat memperjelas, menjadikan sesuatu lebih menarik, dan memberikan daya hidup dalam karya sastra. Menurut Panuti Sudjiman, pada umumnya majas (figurativ language) dikelompokkan menjadi tiga (i) majas perbandingan seperti metafora, analogi; (ii) majas pertentangan seperti ironi, hiperbola, litotes; (iii) majas pertautan seperti metonimia, sinekdoce, eufimisme, dst.